Beberapa hari terakhir ini di berbagai wilayah Sulawesi Selatan seperti Sidrap, Enrekang, Tana Toraja, Luwu, dan Sinjai dilanda banjir dan kelongsoran lereng akibat curah hujan ekstrim. Kejadian lereng longsor ini menyebabkan rasa tidak aman terutama pengguna jalan melalui daerah pegunungan bahkan menyebabkan terputusnya arus lalu-lintas jalan nasional seperti jalan poros Enrekang-Makale, Palopo-Rantepao dll. Kelongsoran lereng ini terus berulang terjadi terutama selama periode hujan ekstrim. Ada 2 penyebab terjadinya kelongsoran lereng yakni faktor potensial dan faktor pemicu. Lereng memiliki potensi besar terjadinya longsor sesuai kondisi aslinya jika lerengnya tinggi, terjal, tandus, dan/atau kuat geser tanahnya rendah seperti: tanah berbutir seperti pasir lepas atau tanah kohesif seperti lempung lunak/gembur. Akan tetapi umumnya lereng alami tetap dalam kondisi stabil jika tidak ada faktor pemicu seperti: hujan, pembebanan terutama beban dinamis gempa bumi dan gangguan seperti galian lereng.

Hujan telah menjadi salah satu faktor yang banyak memicu terjadinya kelongsoran lereng terutama hujan ekstrim. Hujan menyebabkan beban lereng bertambah karena infiltrasi curah hujan ke lapisan tanah permukaan lereng. Sebaliknya pada saat bersamaan infiltrasi air hujan ini meningkatkan tekanan air pori lereng yang menyebabkan kekuatan gesernya menurun. Hal inilah yang memicu banyaknya lereng longsor selama hujan ekstrim, karena membuat lereng menjadi jenuh yang merupakan kondisi terlemah lereng saat mendapatkan pembebanan.
Reaksi lereng tanah terhadap curah hujan berbeda antara lereng berpasir dan lereng berlempung. Lereng berpasir akan rentan longsor akibat curah hujan lebat meskipun durasinya cukup singkat. Tanah berpasir akan mudah diresapi oleh curah hujan karena memiliki pori-pori tanah relatif besar sehingga curah hujan lebat akan menyebabkan proses infiltrasi berlangsung begitu cepat hingga mencapai kondisi jenuh. Sedangkan lereng berlempung membutuhkan infiltrasi yang lama untuk mencapai kondisi jenuh karena pori-pori tanahnya yang sangat kecil. Jadi curah hujan lebat yang singkat tidak berbahaya bagi lereng berlempung karena sebagian besar menjadi limpahan air permukaan (runoff). Kelongsoran lereng berlempung banyak terjadi akibat hujan yang berkepanjangan meskipun intensitas curah hujannya kecil. Bahkan lereng seperti ini biasanya terjadi longsor akibat hujan berhari-hari meskipun tidak menerus karena curah hujan yang terserap ke lapisan tanah berlempung dapat tersimpan cukup lama di dalam lapisan tanah. Jadi hujan ekstrim yang berbahaya bagi lereng tanah berbeda karakteristiknya. Curah hujan intensitas tinggi sangat berbahaya bagi lereng berpasir sekalipun singkat, sementara hujan yang berkepanjangan meskipun intensitasnya rendah rentan menyebabkan kelongsoran bagi lereng berlempung.
Secara logis kelongsoran lereng akan berpeluang banyak terjadi di wilayah pegunungan karena banyaknya lereng terbentuk apalagi dengan pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan yang mengganggu kestabilan lereng alaminya. Pembangunan jalan yang cukup panjang di wilayah pegunungan akan memakan biaya besar termasuk pembangunan struktur perkuatan lerengnya. Oleh karena itu perlu selektif menentukan ruas jalan yang perlu diperkuat lerengnya guna mencegah pembengkakan biaya pembangunan infrastruktur. Lereng sisi jalan yang kuat seperti lereng batuan atau tanah yang kuat seperti pasir padat, lempung keras atau lereng hijau dengan perkuatan vegetasi tentu tidak perlu diperkuat dengan struktur perkuatan lereng. Disamping perkuatan vegetasi, berbagai upaya perkuatan lereng lainnya yang biasa dilakukan antara lain: pembangunan tembok penahan tanah, turap, perkuatan geomembrane, soil nailing, pengendalian aliran air (drainase) dll.
Oleh karena itu, kelongsoran lereng selama hujan ekstrim merupakan konsekuensi logis di sesi lereng yang rawan longsor dan kadangkala tidak terelakkan. Kejadian ini dapat menghambat kelancaran lalu-lintas, kerugian ekonomi bahkan kematian manusia. Jadi lereng yang rawan longsor di sekitar infrastruktur seperti jalan dan pemukiman perlu upaya perkuatan agar dapat menjaga lereng tetap stabil dan tidak menimbulkan kerugian ekonomi bahkan korban kematian manusia.






