
Parepare, Pilarindonesia.com – DPRD Kota Parepare mengusulkan penghentian dan pencabutan izin pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel.
Hal itu disampaikan Ketua DPRD Kota Parepare, H. Kaharuddin Kadir, kepada ratusan warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Soreang Peduli Kota Santri yang melakukan unjuk rasa di Gedung DPRD Kota Parepare, pada Jumat (6/10/2023) kemarin.
Legislator berjanji akan segera menyurat ke dinas terkait agar sesegara mungkin menghentikan pembangunan dan mencabut izin Sekolah Kristen Gamaliel tersebut.
“Kami sudah sepakati bahwa DPRD segera menyurat untuk menghentikan pembangunan sekolah itu,” kata Kaharuddin, yang didampingi empat orang legislator, masing-masing Kamaluddin, Tasming Hamid dan Rahmat Syamsu alam.
Demo kemarin dimulai di depan show room Suzuki, Jalan H. Muh Arsyad, Kota Parepare, yang lokasinya hanya berjarak sekitar 50 meter dari areal pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel.
Dalam penyampaian aspirasi di depan Dewan, Ketua Forum Peduli Umat (FPU) Parepare, H. Abd Rahman Saleh, mengatakan aksi yang digelar warga Soreang itu sebagai upaya membentengi aqidah ummat dari program kristenisasi terselubung yang cukup massif, seperti yang telah berjalan di sejumlah daerah di antaranya di Kabupaten Soppeng dan Kota Parepare.
“Sehingga tidak ada alasan bagi Pemkot Parepare dan DPRD Parepare agar segera menindak lanjuti aspirasi masyarakat dengan mencabut izin dan menghentikan pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel itu,” tegasnya.
Ketua Forum Warga Soreang, H. Nasir, mengaku jarak rumahnya dengan lokasi yang akan dibanguni sekolah itu hanya berjarak 20 meter. Dia menyatakan penolakannya dan meminta agar sekolah tersebut dipindahkan.
Ustadz Ardian Kamal, da’i kondang yang turut serta dalam audiens itu, menyampaikan semua ulama mazhab bersepakat melarang dan menolak agama lain untuk membangun tempat perkumpulan, dan mengadakan syiar agamanya di tengah kaum muslimin dalam bentuk apapun.
Sementara itu, Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslimin Indonesia (ICMI) Parepare, Dr. Muh. Nashir T., mengungkapkan bahwa studi kelayakan sosial dan budaya terkait rencana pembangunan sekolah tersebut tidak ada, sehingga sangat berpotensi menimbulkan kerawanan sosial dan budaya.
“Karena warga di sekitar lokasi merupakan warga Muslim yang jumlahnya 99,99 persen,” terangya.
Nashir juga menyampikan, sejumlah izin terkait pendirian sekolah serta proposal studi kelayakan sama sekali tidak dikantongi oleh pihak Sekolah Kristen Gamaliel.
Dari semua persyaratan yang tidak dimiliki itu, dia juga meyakini pihak Sekolah Kristen Gamaliel tentu belum mendapatkan persetujuan prinsip dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Parepare.
Laporan: Fahri Nusantara








