Makassar, Pilarindonesia.com – Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) HMI Cabang Makassar Timur menggelar kegiatan diskusi publik yang bertemakan “RUU Omnibus Law Kesehatan: Apakah Sudah Relevan Mengatasi Persoalan Kesehatan di Indonesia?
Kegiatan itu berlangsung di Ruang Molar Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin (Unhas), Kota Makassar, pada Sabtu (27/5/2023).
Diskusi itu menghadirkan sejumlah narasumber, masing-masing Ketua PDGI Cabang Makassar, drg Eka Erwansyah, M.Kes., Sp.Ort; Wakil Ketua I IDI Cabang Makassar, dr. M. Arif Sutrisno Amin, MARS; Wakil Ketua Bidang Kumdang DPW PPNI Sulsel, Hasan Rahim, S.Kep., Ns., MARS., dan Ahmad Sulaiman, SKM., MKM perwakilan dari PERSAKMI Sulawesi Selatan.
Panitia pelaksana juga menghadirkan penanggap, yakni drg. Rustan Ambo Asse, Sp.Pros, dr. Adi Putra Korompis, M.B.B.S dan Fathul Rijal Abdullah, S.KG. Yang bertindak sebagai moderator, yakni Zhafirah Khaerunnisa, anggota bidang kaderisasi dan pengembangan sumber daya anggota LKMI HMI Cabang Makassar Timur.
Direktur LKMI HMI Cabang Makassar Timur, drg. Muhammad Alif Reski, S.KG., dalam sambutannya, mengatakan tujuan pelaksanaan kegiatan diskusi publik kali ini adalah wujud kepedulian dari LKMI atas polemik yang terjadi mengenai RUU omnibus law kesehatan.
Selain itu, menurut dia, dengan diadakannya kegiatan ini diharapkan para peserta yang hadir bisa memahami terkait isu isu terbaru dan update dari perkembangan RUU omnibus law ini.
“Karena pada dasarnya ketika RUU ini disahkan, teman teman mahasiswa lah ke depannya yang akan mengalami pemberlakuan aturan ini, sehingga sejak awal teman-teman harus dilibatkan,” tutur drg. Alif.
drg. Eka sebagai perwakilan dari PDGI, yang menjadi pembuka narasumber, menyampaikan bahwa RUU omnibus Law Kesehatan ini harus dikawal dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari organisasi profesi, pemerintah, DPR hingga universitas.
“Terkait beberapa pasal yang termuat dalan RUU omnibus Law kesehatan, masih perlu menjadi perhatian untuk direvisi, sehingga nantinya tidak menimbulkan multitafsir,” ujar dr. Arif menambahkan.
Hasan Rahim dari pihak PPNI, menyebut RUU Omnibus Law Kesehatan dalam proses pembuatannya haruslah melibatkan 3 unsur, yakni content, context dan process, yang diadaptasi dari konsep the health policy triangle walt and gilson 1994.
Adapun Ahmad Sulaiman dari PERSAKMI lebih menitikberatkan bahwa yang terdapat dalam RUU Omnibus Law ini haruslah menjadi perhatian bersama agar tercipta transformasi kesehatan yang lebih baik.
Drg. Rustan sebagai penanggap menyatakan bahwa sebenarnya di indonesia masih banyak yang perlu untuk diperbaiki dibandingkan membuat aturan baru.
“Saya rasa ini belum bisa mengatasi persoalan kesehatan saat ini, sebut saja seperti masalah stunting dan sebagainya yang masih menjadi polemik,” ucapnya.
Di akhir diskusi, Zhafira selaku moderator, mengatakan sejatinya apa yang terjadi saat ini semestinya menjadi sebuah isu yang mampu memantik mahasiswa dalam mengawal RUU Omnibus Law ini.
“Sehingga apa yang diperjuangkan oleh organisasi profesi dan seluruh tenaga kesehatan juga akan dibantu oleh mahasiswa sebagai garda terdepan dalam menegakkan keadilan,” katanya.