Makassar, Pilarindonesia.com – Pemerintah menetapkan 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional berdasarkan surat Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 9 Tahun 2019 yang ditanda tangani Presiden Joko Widodo.
Di Kota Makassar, peringatan Hari Penyiaran Nasional itu digelar dalam bentuk diskusi bertajuk Eksistensi Radio di Tengah Gempuran Teknologi di Era Digital, di Studio Suara Celebes FM.
Komisioner KPID Sulsel, Riswansa Muchsin, salah satu pembicara, menyikapi tantangan dunia penyiaran saat ini.
Dia sarankan agar lembaga penyiaran harus melakukan penyesuaian terhadap kehadiran teknologi yang tidak hanya menyentuh pada aspek pengadaan teknologi, tetapi juga lembaga penyiaran harus mampu memperhatikan program agar tidak ditinggal oleh pemirsa atau pendengarnya.
“Radio harus bisa kembali menjadi media pemersatu bangsa, karena Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, yang pertama kali menyiarkan adalah radio, sehingga kita yang berada di luar pulau Jawa juga mengetahui kemerdekaan Indonesia pada waktu itu,” ujarnya.
Chiwank, sapaan akrabnya, menjelaskan kekuatan radio itu akan ada sepanjang masa. Terbukti, kata dia, di era 1990-an, masuknya televisi swasta sebagai alternatif hiburan masyarakat, namun radio yang awalnya sempat pesimis akhirnya mampu berada di tengah pusaran pilihan untuk hiburan dan informasi.
Dalam kesempatan itu, Wali Kota Makassar, Mohammad Ramadhan Pomanto, yang juga sebagai pembicara, menyebutkan radio merupakan tempat atau wadah untuk mendeskripsikan narasi, karena kekuatan radio ada pada narasi yang disiarkan, sehingga penyiar diharapkan mampu membawa pendengarnya untuk ikut berimajinasi pada siaran radio.
Adapun budayawan Sulsel, Yudistira Sukatanya, dalam diskusi, menyebut radio juga merupakan alat sihir yang efektif untuk pendengar agar memahami pesan yang akan tersampaikan.