Makassar, Pilarindonesia.com – Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama (Kemenag), Prof. Dr. Suyitno, melakukan kunjungan ke Kampus STIBA Makassar, pada Kamis (3/2/2022), pekan lalu.
Memberikan kuliah umum di depan mahasiswa STIBA, Prof Suyitno mengatakan penguatan karakter adalah hal yang paling penting dan paling mahal di lembaga-lembaga pendidikan berbasis pesantren, seperti pemisahan laki-laki dan perempuan demi menjaga iffah atau kehormatan atau kesucian diri.
Dia juga banyak menguraikan tentang karakter Islam wasathiyah atau pengarusutamaan moderasi beragama.
“Mengapa kita penting bicara tentang Islam wasathiyah dan moderasi beragama? Allah Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan kita berada di sebuah wilayah bernama Indonesia yang lahir dari para pendiri bangsa ini dengan menggunakan falsafah ideologi Pancasila,” kata Prof Suyitno menanggapi pertanyaan dari mahasiswa, di Masjid Anas bin Malik, Kampus STIBA.
Dia menyebut, Pancasila adalah titik temu dari perselisihan antara kubu yang menginginkan negara sosialis dan kubu yang ingin negara Islamis.
“Apa yang diputuskan oleh para founding fathers kita untuk menggunakan Pancasila, bukan lahir tiba-tiba tanpa ada proses historis dan perjalanan yang sangat panjang. Negara kita ditakdirkan dihuni oleh sekian banyak suku, ratusan bahasa, tapi kita untung punya bahasa, namanya bahasa Indonesia, sehingga dengan bahasa itu kita bisa bersatu, bisa berkomunikasi, dan bisa berinteraksi,” ujar Prof Suyitno.

Dia juga menjelaskan salah satu ayat di dalam kitab suci Alqur’an di surah al-Hujurat, yang artinya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13).
“Berdasarkan ayat ini, ada tiga konsep hidup agar kita bisa hidup harmoni. Pertama, kita harus saling mengenal, ta’aruf. Saya datang ke sini ingin mengenal lebih jauh tentang STIBA. Saya tidak ingin mendapat informasi yang sifatnya sekedar second opinion. Tadi, saya sudah dengar langsung dari Ketua STIBA. Saya juga mendapat informasi dari Kabid. IV Wahdah Islamiyah,” terangnya.
Lebih lanjut, Prof Suyitno menjelaskan, poin pertama tasamuh, menjadi toleran, orang yang inklusif, tidak mudah menyalahkan pendapat orang lain.
“Mahasiswa STIBA belajar fiqh muqaranatil madzahib. Kalau kita belajar fiqh, apalagi sudah membanding-bandingkan pendapat empat mazhab, maka ternyata Islam itu pendekatannya tidak hanya satu. Banyak opsi dalam pengambilan keputusan yang didasarkan pada ijtihad, khususnya madzahibul arba’ah. Orang yang sudah punya pandangan yang luas, maka orangnya akan inklusif, tidak mudah menyalahkan orang dan akan tasamuh,” jelasnya.
Setelah tasamuh, yang ketiga menurut Prof. Suyitno adalah tahabbuh atau saling mencintai. Orang tidak mungkin bisa tahu kalau tidak mengenal, orang tidak mungkin saling mencintai kalau tidak ada rasa saling inklusivisme, saling mengadakan bukan saling meniadakan, saling mengakui eksistensi bukan menafikan eksistensi.
“Pesan yang penting sekali buat kita semua, menjadi kampus besar itu bukan hanya diukur dari berapa jumlah mahasiswanya. Menjadi kampus besar bukan hanya diukur oleh reputasinya. Tetapi menjadi kampus besar diukur dari besarnya kontribusinya bagi bangsanya,” pungkasnya mengakhiri arahan dan nasihat akademiknya.
Prof. Dr. Suyitno turut didampingi Kasubdit Kelembagaan dan Kerja Sama Kemenag, M. Adib Abdushomad, Ph.D., dan Kepala Seksi Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), Ahmad Mahfud Arsyad M.Ag.
Dalam kesempatan tersebut, Kabid. IV Bidang Pendidikan Wahdah Islamiyah, Ir. Iskandar Kato, M.Si., juga menyampaikan sambutan. Ustaz Iskandar menguraikan secara singkat perhatian besar Wahdah Islamiyah terhadap pendidikan. Termasuk dengan menjadikan bidang pendidikan sebagai tema sentral muktamar yang baru-baru ini diadakan dan dibuka oleh Wapres RI.
Ketua STIBA Makassar Akhmad Hanafi Dain Yunta, Lc., M.A., Ph.D., yang turut menyampaikan sambutan dalam kesempatan tersebut, menceritakan selayang pandang STIBA Makassar.
Ia juga membeberkan beberapa rencana STIBA ke depan, termasuk harapannya dapat membuka pendaftaran untuk empat prodi di TA baru yang akan datang dan niatnya untuk segera membuka program pascasarjana.