Mamuju, Pilarindonesia.com – Apel pagi relawan Wahdah Islamiyah, Ahad (31/1/21), terasa mendung meskipun cuaca di langit sangat cerah.
Tidak seperti biasanya, relawan terlihat semangat usai mendengarkan arahan dari koordinator lapangan (korlap) Ustadz Abu Umar.
Kali ini sedikit lemas setelah mendengar kabar korlap akan segera pulang setelah menjalankan tugas selama 15 hari di Sulawesi Barat.
Secara umum, keluarga besar Wahdah Islamiyah Mamuju yang paling merasakan beratnya menerima ini, sekalipun kondisi Mamuju dan Majene pasca gempa sudah memasuki masa transisi.
Kepulangan sang korlap tersebut, diserati dengan tim kecil dari utara (Palu,Parigi, Poso dan Toli-toli). Mereka yang pertama tiba di Sulbar pasca gempa mengguncang Mamuju dan Majene.
Mereka berjumlah 10 orang, tim khusus yang ditugaskan oleh Wahdah Islamiyah pusat ke Sulawesi Barat.
Sekilas mereka telihat biasa saja, namun perannya luar biasa di dalamnya ada koordinator lapangan Tim Wahdah Peduli, ketua Tim Rescue dan SAR Wahdah yang bekerja di lapangan mengevakuasi warga dan membantu mengangkat puing dan membersihkan rumah.
Termasuk satu orang ahli dengan multi talent, mulai dari tukang pipa, tukang listrik, dan sopir lapangan dengan segala medan
Tiba di Sulbar pada Sabtu 16 Januari 2021, sehari pasca gempa bumi berkekuatan 6,2 skala richter itu, mereka langsung menyiapkan lokasi pembangungan poskoc menyiapkan gudang logistik dan membentuk tim rescue untuk evakuasi dan membangun instalasi radio komunikasi.
Setelah 15 hari, sudah waktunya relawan tangguh itu harus berpamitan.
Setelah pamit dan menyerahkan komando kepada Ustadz Miftahul Khaer sebagai koorlap yang baru, mereka bertolak dari posko induk menuju rumah Ketua DPD Wahdah Islamiyah Mamuju yang lagi sakit. Dengan prokoler ketat, mereka menyampaikan permohonan maaf dan mohon pamit kepada Ustadz Amiruddin.
Keberadaan mereka membersamai selama 15 hari, semoga menjadi amal jariyah untuk mereka.
Fiiamanillah para mujahid kemanusiaan. Kalian bukan hanya melakukan aksi nyata tapi memberikan pelajaran berharga bagi kami.
Jujur saja, runtuhnya rumah kami, wallahi (demi Allah), tidak mampu melelehkan air mata atau sekedar membasahi kelompak mata. Bahkan sampai hari ini, saya belum tahu cara harus memulai kesedihan atas hilangnya titipan Allah itu. Akan tetapi, kepulangan kalian hari ini membuat saya tidak mampu menahan derai air mata.
Laporan: Ali Akbar, Warga Korban Gempa Mamuju sekaligus relawan kemanusiaan Wahdah Islamiyah