Jakarta, PilarIndonesia.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat telah berikhtiar melakukan sertifikasi halal selama 32 tahun dan mendapat kepercayaan masyarakat serta dukungan penuh dari pemerintah. Ke depan kepercayaan masyarakat tentunya harus dipelihara bersama.
Untuk itu, peran MUI menetapkan halal melalui fatwa sebelum melakukan sertifikasi halal sesuai UU Jaminan Produk Halal (JPH) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Badan yang dibentuk di bawah naungan Kementerian Agama sesuai Undang – Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mengamanatkan agar Produk yang beredar di Indonesia terjamin Kehalalannya.
Oleh karena, itu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal mempunyai tugas dan fungsi yang berat untuk menjamin kehalalan produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia. Jaminan-nya dunia akhirat, maka harus menerapkan prinsip kerjasama dan kehati-hatian dengan semua pihak.
Terkait hal ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Amirsyah Tambunan berharap Presiden Joko Widodo dapat mengakomodir aspirasi MUI dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait pelaksanaan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH).
Menurut Amirsyah, sampai saat ini aspirasi MUI belum diakomodir dalam RPP. Padahal, pihaknya sudah menyampaikan beberapa rekomendasi soal JPH ke Presiden Jokowi dalam pertemuan tanggal 23 Oktober 2020 lalu di Istana, Bogor.
“Saat itu beliau komitmen agar aspirasi MUI dimasukkan ke dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Tapi dari RPP yang ada sekarang, belum di temukan aspirasi MUI,” kata Amirsyah saat dihubungi, Jumat (29/01/21).
Dalam konteks ini, lanjut Amirsyah, MUI telah berpengalaman lebih dari 32 tahun menjalankan sertifikasi halal. Khususnya mengenai fatwa dan aspek kesesuaian syariah.
Sikap pemerintah yang belum sepenuhnya serius melibatkan MUI dalam menyusun RPP JPH terkesan menafikan sepak terjang dan pengalaman MUI dalam menjalankan sertifikasi halal selama ini.
Karena itu, Amirsyah menyarankan agar pemerintah mengajak MUI dan mengakomodir aspirasi MUI terkait RPP JPH.
“Pemerintah dalam mengajak MUI terkait penyusunan RPP JPH ini sifanya hanya partisipan. Agar jaminan Produk Halal dari RPP itu mendapat kepercayaan dan memberikan maslahat untuk pelaku usaha, dan dukungan umat Islam dan masyarakat Indonesia,” ujar Amirsyah.
“Kerena itu MUI meminta dan menghimbau kepada Pemerintah untuk mengakomodasi usul dan saran dari MUI yang terlibat langsung dalam penetapan produk halal. Dalam proses sertifikasi halal pemerintah harus lebih serius melakukan langkah pembahasan RPP” imbuh Amirsyah kemudian.
RPP JPH Harus Dikaji dan Diperbaiki
Lebih lanjut Amirsyah meminta agar RPP JPH harus dikaji lebih matang sebelum dijadikan PP. Sebab menurutnya banyak pasal-pasal yang harus direvisi dan diperbaiki. Selain itu, penyusunan draft RPP JPH juga perlu melibatkan organisasi-organisasi keagamaan.
“Jaminan Produk Halal ini kan soal kemaslahatan umat. Jadi jangan tergesa- gesa menyusun RPP yang belum sesuai substansinya dengan prinsip-syariah dan kaedah sertifikasi halal yang sesuai syariah, karena dikemudian hari akan dapat menimbulkan masalah kepercayaan ummat. Oleh sebab itu pemerintah belum mengakomodir secara substansial aspirasi MUI,” tutup Amirsyah.
Senada dengan itu, Sekretaris Dewan Halal Nasional (DHN) MUI, Muhamad Nadratuzzaman Hosen mengaku, pihaknya menemukan berbagai kesalahan di dalam draft RPP JPH dari Kemenag baik secara redaksi maupun substansi. Karena itu, lanjut Nadra menyarankan, draft RPP JPH sebaiknya ditinjau ulang dan diperbaiki.
Menurutnya, kalau tidak diperbaiki maka akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan dan akan menimbulkan masalah saat akan melakukan sertifikasi.
“Karena itu, supaya kita selamat dan maslahat kami mohon kepada bapak presiden agar komitmennya untuk memberikan kesempatan kepada MUI untuk bisa juga memasukkan aspirasi secara substansial ini,” ujar Nadra.
Nadra juga mengingatkan kepada pemerintah agar penyusunan RPP JPH tersebut melibatkan organisasi-organisasi keagamaan, sehingga tidak menimbulkan masalah kedepannya.
“Karena itu kami minta jangan cepat-cepat diundangkan agar tidak menimbulkan masalah-masalah di kalangan umat Islam sendiri, sehingga kepercayaan tentang serfikasi halal akan turun. Dan itu akan merugikan kita semua,” tutup Nadra.
Laporan: Arif D Hasibuan