Oleh: Indrawati
Pangkep, Pilarindonesia.com – Pemerintah daerah memang dituntut kreatif dan inovatif untuk meningkatkan pelayanan publik. Namun, inovatif memilki standar berupa kejelasan fungsi serta manfaatnya bagi masyarakat. Terlebih, pelayanan tersebut harus didasarkan pada kebutuhan bukan terhadap keinginan.
Ini juga yang menjadi kritik dari Kepala Pusat Litbang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil LPPM Universitas Hasanuddin, Nurjannah Nurdin. Menurutnya, keberadaan ambulance laut di Sulsel tidak dibutuhkan saat ini. Masih banyak yang harus dibenahi dalam aspek kesehatan.
Baginya, memiliki ambulance laut memang membanggakan, tapi banyak hal yang harus diintegritaskan terkait bagaimana pelayanan dan implementasi setelahnya. Anggaran Rp1,8 miliar jika digunakan untuk memaksimalkan pelayanan yang ada di pulau-pulau akan lebih efektif dibanding pengadaan ambulance laut tersebut. Sebut saja, membeli peralatan kesehatan untuk pertolongan pertama di pulau.
Ambulance laut yang rencananya hanya akan melayani masyarakat pulau terdekat tentu tidak adil. Demikian kata Nurjannah, yang menilai bahwa hampir 90 persen warga pulau terdekat memiliki perahu. Lantas, bagaimana nasib masyarakat pulau dengan wilayah terjauh? Jika ambulance laut memang harus ada, maka masyarakat pulau terjauhlah yang wajib menjadi prioritas untuk fasilitas itu. Karena semua orang butuh pelayanan kesehatan baik di pulau maupun daratan. Itu hak masyarakat.
Pertanyaannya saat ini, sudah sesejahterah itukah Indonesia dengan memilki fasilitas tersebut? Di saat para pekerja tenaga medis di pulau tidak diupah selayaknya. Terlepas dari itu, memaksimalkan pelayanan kesehatan lebih utama.
“Indonesia tingkat kepedualiannya belum sampai kesana. Menghabiskan jutaan sampai puluhan rupiah untuk pasien yang ada di pulau. Pulau terdekat itu hampir tidak ada penduduk yang tidak punya perahu. Jadi tidak usah mengkhawatirkan transportasi mereka kemana-mana. Yang harus dipikirkan, mereka terlayani tidak dari sisi pelayanan kesehatan,” ucap Nurjannah.
Resiko kecelakaan kerja di laut juga kerap kali dialami oleh para nelayan. Untuk itu, memikirkan pelayanan kesehatan berupa Pustu Terapung dapat dipertimbangkan karena kecelakaan dilaut butuh penanganan yang cepat.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Sulsel, Sulkaf S Latief, juga menyayangkan keberadaan ambulance laut yang tidak beroperasi seperti yang diharapkan penggunaannya. Sebagai Kadis Kelautan dan Perikanan selama empat tahun, dia memahami bahwa untuk melayani masyarakat di pulau tidak semudah itu. Setelah pengadaan, kelanjutan dari fasilitas tersebut harus juga dipikirkan.
“Di laut itu mahal. Kalau mau sistem, tidak harus pakai ambulance laut. Siapkan SDM kemudian sewa kapal nelayan, paling bayar Rp200 ribu sekali jalan. Yang penting hanya dijemput. Ini mau gagah-gagahan saja. Tidak gampang melayani masyarakat pulau,” jelas Sulkaf saat ditemui di Kantor DKP Sulsel, Jalan Baji Minasa, Kota Makassar, Selasa 18 Agustus 2020.
Untuk pengembangan kedepan, Sulkaf berharap ambulance laut yang sudah ada memiliki biaya operasional agar bisa beroperasi selayaknya. Karena kapal memiliki aturan, misalnya saja untuk menyewa garasi, biaya membersihkan kapal, dan lain sebagainya.
“ Ambulance laut konsepnya bagus tapi tidak tepat. Buktinya tidak beroperasi,” ujarnya.