Oleh: Indrawati
Pangkep, Pilarindonesia.com – Pandemi Covid 19 telah memberikan dampak negatif di semua sektor, termasuk perikanan. Warga pulau yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan mengeluhkan pemasukan yang menurun bahkan tidak ada sejak awal Maret 2020 hingga akhir Ramadhan.
Berdasarkan data statistik di 2019, pendapatan nelayan mencapai 107 Medium Term Note (MTN) dan 104 Nilai Tukar Perikanan (NTPi). Sehingga, jika pendapatan nelayan di atas 100 MTN dan MTPi artinya nelayan punya kelebihan. Sementara di 2020, sejak Januari dan Februari pendapatan nelayan terus menurun ditambah lagi dengan adanya puncak Covid 19 sampai bulan April. Sedangkan di bulan Mei, harga budidaya juga naik turun secara siknifikan. Fluktuasi tersebut tergantung pasar.
Jika ikan tenggiri mengalami penurunan harga dan produksi sebanyak 15 persen hingga 3 persen. Beda halnya dengan produksi kepiting rajungan yang bisa mencapai 100 kg per hari, yang berarti produksi nelayan meningkat tapi tidak laku terjual.
Demikian kata, Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pulau Saugi, Muhammad Anas. Bahwasanya, selama pandemi dampak luar biasa dirasakan oleh warga yang berada di pulau. Misalnya pulau Saugi yang penduduknya 90 persen nelayan kepiting rajungan biasanya mampu memperoleh 10 kg per nelayan dengan harga per kg senilai Rp50 rb. Saat pandemi, harga Rp15 ribu saja sulit terjual bahkan tidak laku terjual.
Pulau dengan 485 jiwa dan 130 Kepala Keluarga (KK) tersebut memilih mengonsumsi sendiri hasil tangkapannya atau mengirimkan ke sanak keluarga yang berada di kota atau luar daerah. Beberapa warga memilih berjualan online namun terbatas karena adanya lockdown di hampir semua wilayah di Sulsel.
“Mau ke kota saja susah. Mau turun ke laut hasil tangkapan tidak dibeli. Karena hasil tangkapan kepiting rajungan prosesnya ekspor dengan masuk perusahaan. Nah, perusahaan itu tutup karena karyawan dirumahkan,” jelas Anas saat ditemui di Pulau Saugi, Pangkep, Ahad, 16 Agustus 2020.
Meski tidak ada pemasukan, Anas bersyukur karena pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) senilai Rp600 ribu dan bantuan sosial tunai (BST) selama enam bulan. Bukan hanya itu, pemerintah desa juga memberikan paket sembako saat terjadi lockdown. Jelang new normal, geliat ekonomi mulai berangsur pulih. Saat ini, harga kepiting rajungan berangsur naik mulai Rp20-25 ribu per kg.
Dampak pandemi covid 19 juga diutarakan oleh Ketua RT Pulau Saugi, Sandra Dg Salle yang tidak memiliki penghasilan selain menangkap kepiting rajungan. Meski kadang ada yang membeli dengan harga Rp15 ribu, dia sudah sangat bersyukur dibanding tidak terjual. Ini pula yang membuat kepiting rajungan di pulau Saugi tertumpuk karena stok yang banyak.
“Semoga keadaan semakin membaik dan normal. Karena makin hari harga kepiting naik harganya seribu dan dua ribu rupiah. Tapi yang jadi masalah sekarang, pas harga mulai naik, produksi kepiting semakin menyusut,” jelas pria berusia 60 tahun tersebut.
Selain penghasilan anjlok, peralatan berupa jaring harus selalu diganti minimal sepekan sekali. Semakin banyak kepiting yang terperangkap, maka semakin cepat pula jaring tersebut rusak. Untuk itu, nelayan harus memiliki dana khusus untuk memperbaharui peralatan mereka.
“Beda dengan pulau lain, jika berhenti kepiting ada yang lain bisa dikerja seperti menangkap ikan. Nelayan di sini tidak ada. Dalam sebulan aktif mencari kepiting sekitar 20 hari, karena kadang angin kencang saya tidak melaut,” ungkapnya.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh penggiat Usaha Mikro Kecil Menangah (UMKM) di Pulau Saugi. Berbagai produksi khas pulau berupa keripik serta kerajinan tangan berupa hiasan kerang tidak laku terjual akibat pandemi. Jika tiap hari mampu membuat keripik sebanyak 10 kg, saat pandemi 2 kg keripik saja sulit terjual.
Ketua Sekolah Perempuan Pulau Saugi, Hj Rosmiati mengatakan, sebelum pandemi pihaknya menerima pesanan dari berbagai pulau seperti pulau Camba-Cambang. Adanya pandemi membuat penghasilan ibu-ibu di Pulau Saugi menurun. Sebanyak 10 orang ikut dalam komunitas UMKM tersebut, namun saat pandemi, banyak yang tidak memiliki aktifitas atau kegiatan karena permintaan menurun.
Ia menjelaskan, Sekolah Perempuan merupakan tempat belajar bagi ibu rumah tangga di Pulau Saugi yang ingin mengasah keahlian dan berpenghasilan. Adapun keripik yang dibuat oleh UMKM yang didanai oleh pemerintah desa tersebut ialah keripik doi-doi, keripik kepiting, keripik kelor dan lain sebagainya.
“Jika ada tambahan modal dari pemerintah untuk usaha Sekolah Perempuan ini, kami sangat bersyukur. Terlebih produksi kami juga pernah dikirim ke Kalimantan. Alhamdulillah sekarang pemasukan lebih normal dibanding sewaktu pandemi,” katanya.
Menanggapi keluhan masyarakat , Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulawesi Selatan, Sulkaf S Latief menjelaskan, warga pulau banyak berteriak saat pandemi. Sedangkan pemerintah tidak memiliki dana untuk bencana. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI dan Dinas Kelautan Perikanan (DKP) harus melalui perencanaan dan disetujui DPR. Oleh karena itu, semua anggaran yang ada di DKP Sulsel tidak boleh digunakan untuk pandemi covid 19.
Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pulau di saat pandemi, DKP Sulsel menjadi pihak yang memediasi stackholder seperti dinsos, BNPT, dan dinkes untuk mengirimkan bantuan ke pulau-pulau.
“Karena kita tidak punya dana untuk itu. Saya membantu sesuai kewenangan saya. DKP Sulsel memang tidak mengeluarkan anggaran, tapi semua staf saya ada di lapangan membantu mencari sponsor sembako, hand sanitizer dan sebagainya,” jelas Sulkaf.
Terkait turunnya harga dan tidak terjualnya hasil tangkap nelayan, Sulkaf menegaskan, semua sektor juga mengalami dampak pandemi. Terlebih, untuk kepiting rajungan memang peminatnya sudah tidak terlalu banyak ditambah lagi pandemi. Beda dengan 10 tahun yang lalu kepiting rajungan paling hebat ekspornya.
Dengan demikian, jika nelayan mengeluh penurunan harga, DKP Sulsel hanya menyampaikan bahwa semua harga turun. Sejak bulan Maret, 50 persen harga ikan turun terutama ikan tenggiri. Mengapa pandemi terasa bagi warga pulau? ini karena tersendatnya transporasi dan menurunnya harga.