Oleh: Indrawati
Pangkep, Pilarindonesia.com – Berbagai fasilitas dengan beragam program telah dirancang pemerintah agar hak untuk memperoleh layanan kesehatan bisa dirasakan semua warga di Republik Indonesia ini. Hanya saja, akses kesehatan yang mudah dan efektif belum mampu dirasakan oleh seluruh penghuninya, khususnya mereka yang bermukim di pulau.
Fasilitas kesehatan bagi warga pulau harusnya tepat sasaran dan sesuai peruntukannya. Bukan hanya bermegah-megahan dengan mengucurkan dana besar, namun efektifitas penggunaannya tidak bisa dirasakan oleh masyarakat.
Sebut saja keberadaan ambulance laut yang disumbangkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Pangkep pada 2019 lalu. Ambulance megah senilai Rp1,8 Miliar tersebut belum bisa digunakan dengan baik akibat besarnya biaya operasional .
Terdapat 313 pulau di Sulawesi Selatan, dengan rincian 94 pulau berpenghuni di Kabupaten Pangkep. Untuk sekali beroperasi, ambulance laut harus merogok kantong Dinkes Pangkep berkisar Rp4-7 juta untuk Bakar Bakar Minyak (BBM), tergantung jarak tempuh. Untuk satu jam perjalanan, ambulance laut membutuhkan 600 liter bensin. Belum lagi untuk biaya perawatan serta biaya Sumber Daya Manusia (SDM) seperti juru mudi kapal, dokter, dan perawat.
Selain memberikan ambulance laut bagi Kabupaten Pangkep, Pemprov Sulsel juga menghadiahkan hal yang sama untuk Kepulauan Selayar, Kota Makassar, Kabupaten Luwu Timur, dan Kabupaten Sinjai.
Meski belum pernah digunakan warga pulau, penanggung jawab ambulance laut sekaligus Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Pangkep, Suardi S, optimis bisa mengoperasikan ambulance laut dengan efektif di 2021. Belum dioperasikannya ambulance tersebut, kata Suardi, efek tidak adanya anggaran khusus yang disediakan Dinkes di 2019. Sementara di 2020, banyak anggaran dialihkan untuk penanganan covid 19.
“Kami juga sudah mengajukan perubahan anggaran di 2020 senilai Rp50 juta. Anggaran itu jika dikabulkan akan digunakan untuk mengefektifkan ambulance laut selama tiga bulan dimulai awal September ini. Nanti 2021 baru diajukan biaya operasional yang sebenarnya senilai Rp1,5 miliar untuk satu tahun,” ujar Suardi.
Berdasarkan data Pemprov Sulsel di 2019, angka kematian di Kabupaten Pangkep masih tinggi. Setiap tahun, 8-10 warga pulau meninggal dunia. Untuk itu Pemkab Pangkep melalui inisiatif tenaga medis puskesmas di pulau berharap akan adanya fasilitas ambulance laut. Atas dasar itulah Dinkes Pangkep mengusulkan pengadaan ambulance laut di 2017 dan baru dikabulkan di 2019.
Besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk pengoperasian ambulance laut tersebut, membuat Dinkes Pangkep hanya mengkhususkan penggunaannya disaat darurat. Sebab, jika anggaran belum ada, pihaknya akan tetap berusaha agar ambulance laut itu tetap beroperasi seperti harapan masyarakat di pulau. Adapun untuk BBM akan menggunakan dana rutin di organisasi perangkat daerah (OPD) Dinkes Pangkep . Sementara untuk biaya makan dan transportasi awak kapal akan menggunakan dana yang ada di bidang Pelayanan Kesehatan Pangkep. Ini semua bisa dilakukan jika kebijakannya ada dari pimpinan.
Terkait spekulasi yang mengatakan ambulance laut adalah pemborosan anggaran, Suardi menjelaskan, dengan keberadaan ambulance tersebut justru akan membantu pihaknya dalam melayani warga pulau saat darurat. Pemborosan anggaran terjadi jika semua rujukan yang ada dilayani setiap tahunnya.
Olehnya, Dinkes Pangkep tidak akan menolak jika Pemprov Sulsel akan memberikan tambahan ambulance laut lagi. Dengan catatan, standar ambulance tersebut sedikit lebih hemat seperti menggunakan bahan bakar solar yang relatif lebih murah dan irit.
“Kita baru beberapa kali lakukan uji coba agar mesinnya tidak mati. Kalau disetujui, bulan September ambulancenya sudah bisa dipakai. Ini akan mempercepat rujukan pasien dari pulau,” jelasnya.
Di lain pihak, ambulance laut milik Pemkab Pangkep itu dinilai sangat mewah oleh Pelaksana Harian (Plh) Kadis Dinkes Pangkep, F.D Manaba,Dipl. Rad. Meski belum memiliki dana untuk operasional ambulance tersebut, ia berjanji di 2020 akan menganggarkannya. Kedepan ambulance yang memiliki UGD monitor tersebut akan sangat efektif di dua kecamatan yakni Kecamatan Tupabiring dan Tupabaring Utara.
Meski banyak yang menganggap keberadaan ambulance laut sebagai pemborosan anggaran, Manaba menegaskan, untuk persoalan menyelamatkan manusia tidak boleh perhitungan. Olehnya, pihaknya akan sangat terbantu jika beberapa perusahan memberikan bantuan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
“Sangat berharap bantuan, tidak usah sepenuhnya. Paling tidak ada sharing. Seperti dana pendidikan ada sharingnya, dana BPJS juga demikian. Seadainya ambulance laut bisa diimplementasikan demikian, kan bisa efektif,” terang Plt Direktur RS Batara Siang, Kabupaten Pangkep.