Makassar, Pilarindonesia.com – Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKSS) dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Daerah Sulawesi Selatan menggelar peluncuran bersama buku sastra dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Sulsel ke-351, Bulan Bahasa dan Sastra 2020, di Etika Studio, Kota Makassar, Senin (19/10/2020).
Ketua Harian LAPAKKSS, Yudhistira Sukatanya, mengatakan ide acara ini terbilang sederhana. Menurutnya, maksud dan tujuannya hanya untuk mencoba mengidentifikasi berapa banyak buku sastra yang diterbitkan oleh kalangan penulis di Sulsel.
“Jadi, dengan dibikinnya acara ini, harapannya bisa terlacak dan terpetakan karya sastra yang terbit selama periode tertentu. Sehingga, acara ini lebih bersifat apresiasi kepada teman-teman penulis,” ujarnya.
Selain itu, Yudhistira mengaku ada keinginan untuk memberikan penganugerahan terhadap para penulis, termasuk pemberian lifetime achievement kepada mereka yang telah mendedikasikan hidupnya bagi kemajuan dunia sastra di daerah ini.
Buku satra yang dilaunching secara bersamaan itu beragam. Boleh dikata lintas generasi, genre, gender, dan dari beragam profesi. Karya puisi itu, ada buku Goenawan Monoharto (Dansa Bersama Corona dan O Ammalek), Kembong Daeng (Perempuan Makassar), Nur Failia Majid (Serpihan Tak Tersisa), Syahril Patakaki Dg Nassa (Sanja Mangkasara: Attayang ri Masunggua), Tri Astoto Kodarie (Tarian Pembawa Angin), DianSi (Ibu Bumi Ayah Matahari), Mahasiswa Kedokteran UMI Kelas A (Antologi Puisi: Di Balik Jas Putih. Editor St. Rahmawati), serta karya murid-murid SDN Borong Makassar (Antologi Puisi, Perpustakaan Baru).
Ada juga buku pantun karya Ang Bang Tjiong, Asis Nojeng, Agnes Kwenang, Ang Heang Tek (Pantoen Melajoe Makassar), juga cerpen seperti karya Andi Wanua Tangke (Prajurit yang Nakal), I.R Makkatutu (Memeluk Retak) dan Muh. Amir Jaya (Seutas Tasbih dan Sajadah Misteri).
Pun buku cerita anak yang ditulis oleh Madia S. Nura (Sangiang Serri’ dan Kucing Penjaga Padi) dan Rahim Kallo (Serial Si Ojan), serta novel karya Yudhistira Sukatanya (Robert Wolter Mongisidi, Surat-surat dari Sel Maut), Idwar Anwar (Opu Daeng Risaju), Labbiri (Tusalama’), dan Suradi Yasil (Cinta dan Kusta).
Semua buku yang diluncurkan itu didonasikan kepada Perpustakaan Desa Jenetallasa (Gowa) dan Rumah Cerdas (Maros), yang diserahkan langsung oleh anggota MPR RI, Ajiep Padindang, didampingi oleh Yudhistira Sukatanya dan Goenawan Monoharto.
Acara diisi dengan pementasan monolog, pembacaan puisi oleh Muh Naafi Ramadhan dari Komunitas Anak Pelangi (K-apel) dan sejumlah penyair, serta talkshow yang dipandu penulis kenamaan Sulsel, Rusdin Tompo.
Ajiep menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada kalangan penulis di Sulsel.
“Jumlah 40-an judul buku sastra yang mampu diterbitkan dalam 2 tahun terakhir merupakan pencapaian yang patut diapresiasi,” tuturnya.
Ajiep mengatakan, meski dari sisi kuantitas terbilang cukup menggembirakan, namun dari segi tema masih perlu ditelaah, apakah karya-karya itu memotret situasi sosial masyarakat, mengangkat nilai-nilai lokal dan kesustraan Sulawesi Selatan, serta membincangkan persoalan kebangsaan dan keindonesiaan.
“Karena itu, kita butuh kritikus sastra yang akan mengkaji karya para penulis agar lebih baik dan berkualitas. Sayangnya, kritikus sastra itu termasuk manusia langka,” kata Ajiep Padindang, yang memang sangat dekat dengan kalangan sastrawan dan seniman itu. .
Ajiep juga menyatakan menaruh perhatian besar terhadap perkembangan sastra daerah. Dia memberikan sejumlah program yang telah berjalan, seperti Sekolah Bugis yang berada di beberapa kabupaten di Sulsel.
Rusdin Tompo, dalam talkshow itu mengingatkan agar karya sastra, khususnya puisi, bukan hanya sekadar mengubah puisi bahasa Indonesia menjadi puisi berbahasa Makassar, tapi lebih penting dari itu memberi penguatan pada nilai-nilai budaya dan kearifan lokal kita.
Irfan